Sabtu, 21 Januari 2012

Rumah Ditubir Jurang (bag1)

Lakon Remaja
RUMAH
DI  TUBIR  JURANG
Karya YOGA


















Dramatic Personae

Eyang Kakung                        Usia 80
Tuan Sunan                  Setengah Baya
Nyonya Sumirah         Setangah Baya
Papa (Umar)                23 tahun
Mama (Lastri)             23 tahun
Mawar                         21 tahun
Noki                            21 tahun
Ijah                              Pembantu Rumah Tangga 17 tahun

SINOPSIS

Dikisahkan  di  sebuah  rumah dihuni oleh Eyang Kakung ( pelupa dan sering mengigau sendiri ), Tuan - Nyonya ( suami yang tak mampu mengendalikan rumah tangga dan istri yang pencuriga dan egois ), Papa - Mama ( menikah dalam usia muda karena “kecelakaan” dan hidup berfoya-foya ), Mawar dan Noki ( pacarnya ) yang terseret dalam pergaulan bebas dan nikah siri tanpa diketahui orangtuanya. Dan Ijah pembantu rumah tangga yang genit. Orang-orang inilah yang akan berjuang keluar dari permasalahan hidup dan menyelamatkan citra keluarga  besarnya  dari  kehancuran. Ibarat negara, akan hancur kalau masing-masing daerah ( orang ) ingin bebas ( merdeka ) sendiri-sendiri tanpa mempertahankan aturan dan norma-norma moral yang berlaku.


























BAGIAN 1

RUMAH PUTIH DENGAN PERABOTAN ANTIK, SENAPAN ANGIN DI SISI KANAN TEMBOK, DUA ORANG LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN SETENGAH BAYA, DUDUK MENGHADAP DUA BUAH LAYAR TV, ASYIK MENYAKSIKAN DUNIA LAIN, SEBUAH DUNIA MAYA. MASING-MASING MENONTON ACARA TV KESUKAAN SENDIRI. MENGHADAP PENONTON. DI BELAKANG NAMPAK MEJA DAN KURSI LAIN, ALMARI TEMPAT MENYIMPAN PERKAKAS. DARI BELAKANG, TEPATNYA DARI ATAS SEORANG PENCURI MELUNCUR TURUN DARI ATAP DENGAN TALI, MUKANYA DIBALUT KAIN HITAM, PERSIS NINJA DI FILM-FILM. PENCURI DENGAN TENANG DAN KEHATI-HATIAN YANG PENUH, TURUN PERLAHAN, MENGAMBILI PERHIASAN YANG MUDAH DIDAPAT, MASUK KE DALAM KAMAR TEMPAT PERHIASAN LAIN DISIMPAN. KEMUDIAN NAIK LAGI KE ATAS KELUAR DENGAN AMAN

TUAN SUNAN                    
Maafkan. Selama ini aku hanya diam saja. Habis bagaimana.  Semua sudah kau atasi sendiri. ( Sambil mengecilkan suara tv ).

NYONYA SUMIRAH         
Hhhmmmmmmm. ( Batuk-batuk dan semakin mengeraskan suara tv ).       

TV DIKECILKAN NYONYA SUMIRAH, BERDIRI LALU MENCARI OBAT. MEMBUKA-BUKA LEMARI, OBAT YANG DICARI TIDAK ADA. MENDEKAT TUAN SUNAN, KESAL DAN MEMANDANG PENUH KEBENCIAN. KEMBALI LAGI KE ALMARI MENCARI-CARI. KESAL. KE MEJA DAN MENGAMBIL AIR MINUM SETELAH BATUK REJANNYA HEBAT MENGHANTAM TUBUH KURUSNYA

NYONYA SUMIRAH ( Batuk ).
Tak  ada  yang  beres  di  rumah  ini.  Semuanya maling. ( Batuk ). Sampai obat saja hilang. ( Bicara sambil membawa minuman ke tempat duduk di depan tv ).

TUAN SUNAN                    
Kau kira aku yang mengambil. ( Sambil berdiri. Menyulut  pipa rokok tapi tidak berhasil ). Kita sudah tua, masak dari pernikahan dulu kita terus-menerus bertengkar. Kapan hidup damai. Sebentar-sebentar protes. Ngambek. Memangnya masalah hidup akan selesai dengan cara seperti itu.

NYONYA SUMIRAH         
Kau kira ada yang mendengarkan dan mempercayai kata-katamu. Dasar mata keranjang. ( Sambil berdiri, nampak mengingat sesuatu dan emosial ). Kau masih saja punya perasaan sama tetangga sebelah kan. Ya aku tahu dia lebih bahenol dan lebih muda dariku. Kau kira aku tidak tahu tiap pagi kau pura-pura memberi makan ayam-ayam di belakang rumah, sambil bertukar pandang dengan dia. Iya  kan. Mengaku saja. ( TUAN SUNAN nampak salah tingkah ). Tiap hari pula aku perhatikan tingkah polahmu dan aku mencoba bersabar. Tapi sekali lagi kau berbuat begitu, hari itu pula kau harus angkat kaki dari rumah ini. Banyak saksi mata yang melihat kau sering bertemu dengan Rukiah, di terminal, di pasar sayur. Pantas suka pura-pura membantu aku belikan sayur. Ternyata ada udang di balik batu. Dan berapa kali kau tua bangka berboncengan dengan dia. Aku tidak bisa ditipu. Semuanya aku ketahui dengan persis.  ( Ketika TUAN SUNAN hendak mendekat, NYONYA SUMIRAH menjauh, nampak benci ). Jangan sentuh aku lagi. Semuanya telah berakhir. Sudah berakhir. ( Berkemas, masuk kamar ). Aku benci. Aku benci. Aku benci.

TUAN SUNAN HANYA BISA MENATAP KOSONG RUANG TAMU YANG SUNYI. MEMATIKAN SEMUA TV, DUDUK DI SOFA PANJANG. BERDIRI, BERJALAN MEMANDANGI POTRET, KENANGAN PENGANTIN,  NAMPAK TERSENYUM, MEMBERSIHKAN FOTO YANG SUDAH BERDEBU, KEMBALI MEMASANGNYA, DENGAN KEBAHAGIAAN KECIL. BERJALAN KE ALMARI, MENCARI-CARI PIPA GADINGNYA DI DALAM ALMARI, TERNYATA SUDAH TIDAK ADA. MENCARI LAGI KE SANA KE MARI, NAMUN TIDAK MENEMUKAN. MELIHAT KAMAR NYONYA SUMIRAH DENGAN KESAL, RASANYA INGIN MEMBALAS DENDAM

TUAN SUNAN                    
Aku tahu siapa yang mencuri di rumah ini. Aku sudah merasa sejak dulu. Dulu kelihatan baik. Tapi akhirnya semuanya terbongkar sudah. Dia pencuriga. Sama tetangga saja dia tidak bisa akur. Apa dia tidak sadar sebentar lagi akan mati. Mestinya ia berbaik-baik dengan semua orang. Tidak justru penyakit dengki dan curiganya bertambah parah. Aku sebagai kepala keluarga rupanya tidak pernah dihormati. Sikap egoisnya telah menguasai seluruh hidupnya. Keberadaanku sebagai suaminya rasanya tidak diakui lagi. Diremehkan. Tapi biarlah, suatu saat, ia pasti akan sadar.


BAGIAN 2

DARI ARAH KAMAR BELAKANG MUNCUL SEORANG KAKEK, RAMBUT PUTIH SEMUA. MEMBAWA PIPA GADING DAN MEROKOK, PAKAI BAJU JAS LENGKAP DENGAN SEPATU MENGKILAP. MEMBAWA TAS KERJA DAN TONGKAT KERAMAT. BERJALAN PENUH WIBAWA MESKI JALANNYA SEMPOYONGAN. DUDUK DI DEPAN MEJA DAN SEGERA MENGELUARKAN KACA MATA MINUSNYA, MENGELUARKAN ARSIP-ARSIP YANG ADA DI DALAM TAS, MEMERIKSA DAN SESEKALI MEMBACA KERTAS KERJANYA. SEBELUM DILANDA KEPIKUNAN YANG MENUMPUK, IA SEORANG MANAJER DI SEBUAH PERUSAHAAN ROTI MILIKNYA SENDIRI. DULU BEGITU DIHORMATI. NAMUN SETELAH KEPIKUNANNYA KUMAT IA BAGAI SAMPAH, TAK ADA GUNANYA,  DIREMEHKAN ANAK BUAHNYA DAN SEMUA ORANG, BAHKAN DIANGGAP MERESAHKAN DAN MEMBUAT REPOT KELUARGA, HAMPIR IA AKAN DIMASUKKAN KE RUMAH SAKIT JIWA, TAPI DITOLAK OLEH PIHAK RUMAH SAKIT, PERNAH DI PANTI WREDA, SEBULAN KEMUDIAN PIHAK PANTI KEBERATAN. KELUARGA TUAN SUNAN TIDAK BISA BERBUAT BANYAK, MEREKA HARUS MENGURUSNYA. TUAN SUNAN  KEMUDIAN MENDEKATI DAN MENGAMAT-NGAMATI PIPA GADING YANG DIBAWA EYANG KAKUNG, YANG DILETAKKAN DI ASBAK. PIPA GADING ITU DIAMBIL TUAN SUNAN, DIAMAT-AMATI DENGAN SEKSAMA, SEBELUM PIPA DIKEMBALIKAN LAGI SUDAH DIREBUT KEMBALI OLEH EYANG KAKUNG

TUAN  SUNAN               
Kakung, ini sudah malam.

EYANG KAKUNG  ( Sambil memeriksa berkas-berkas ).
Semua pekerja memang brengsek semua. Tidak becus kerja. Semua salah. Pembukuan macam apa ini. Kapan perusahaan akan maju. ( Memandang sekeliling ). Sepagi ini juga belum ada yang masuk. Hanya seorang jongos kantor. Disiplinmu boleh. Kamu memang pekerja yang baik, pagi-pagi sudah buka kantor. Apakah sudah dipel dan dibersihan semua meja kursi.

TUAN SUNAN                    
Sudah. ( Menjawab sambil tidak enak ).

EYANG KAKUNG            
Bagus. Bagus. Rencananya hari ini akan ada rapat perusahaan. Kamu tahu tidak rasa-rasanya perusahaan ini sudah menggaji para buruh lebih dari cukup. Bandingkan dengan perusahaan lain. Silahkan. Bapak-bapak dan Ibu-ibu semua yang hadir dalam rapat perusahaan hari ini. Tentunya semua yang hadir sudah memegang laporan perusahaan akhir-akhir ini. Dan silahkan dibaca. Silahkan. Pertanyaannya. Bagaimana mungkin perusahaan ini sudah mengalami kemerosotan yang begitu dratis. Pemasaran tidak jalan. Sehingga di sana sini tidak ada pemasukan keuntungan sama sekali, kalau begini terus, perusahaan akan bangkrut. Bangkrut. Kalau bangkrut aku akan keluar dan kalian tidak akan aku beri pesangon sama sekali. Aku akan jual perusahaan dan kemudian akan aku inveskan pada perkebunan durian. Di sana aku akan hidup lebih sederhana lagi dan akan bahagia sekali melihat kebun-kebunku. Aku akan membuat pondok rumah yang indah. Dan cucu-cucuku akan aku bawa ke sana semua setiap bulan sekali. Aku akan bahagia. Aku akan beli beberapa kuda terbaik yang ada, akan aku gunakan untuk tunggangan pribadi. Karena istriku sudah meninggal aku akan memohon kepada anak-anak untuk mencarikan istri lagi yang lebih cantik dan sempurna. Ah rasanya hidup akan membahagiakan.

TUAN SUNAN                    
Betul sekali Kung. Dan sekarang calon istri Kakung sudah ada di sini.

EYANG KAKUNG            
Apakah kamu tidak bohong.

TUAN SUNAN                    
Tidak. Sekarang Tuan Putri sudah ada di kamar Kakung. Sudah menunggu sejak tadi. Sebaiknya Kakung lekas tidur. ( Sambil membimbing EYANG KAKUNG ). Ijah ! Ijah !

IJAH  ( Dari dalam ).
Iya Tuan. Ya Tuan. Sebentar !

TUAN SUNAN                    
Tolong Kakung di antar ke kamar Tuan Putri. Kung Tuan Putri sudah menunggu. Kakung nanti langsung tidur duluan saja. Iya. Iya Tuan Putri yang cantik jelita sudah menunggu.

EYANG KAKUNG            
Ah betapa bahagianya hidup ini. Tuan Putri yang cantik jelita tunggu aku sebentar. Tunggu jangan tidur duluan. Ah Tuan Putri. Terima kasih anakku. Kamu memang anak yang berbudi luhur sama orang tua. Aku doakan kamu mendapatkan istri yang paling cantik sedunia. Seperti Cleopatra. Seperti Ken Dedes. Aha jangan mereka kan gila kekuasaan. Perempuan kalau gila kuasa apa pun akan ia lakukan. Menghalalkan segala cara. Kecantikan dan tubuhnya akan ia manfaatkan. Lebih baik cari perempuan cantik yang  alamiah. Aha  kenangan  masa  lalu. Kenangan  yang  indah. ( Bernyanyi sambi menari-nari, merayu-rayu IJAH, sesekali mencubit pipi IJAH ).

Abang-abang gendero londo
Wetan sitik kuburan mayit
Klambi abang nggo tondo moto
Wedak pupur nggo golek dhuwit
 
TUAN SUNAN                    
Iya Kung. Iya. Tuan Putri ada di dalam. Sudah tidur. Jangan brisik. Nanti Tuan Putri terbangun. Kakung nyusul tidur ya. Kasihan Tuan Putri sendirian. Silahkan masuk. ( Setelah EYANG KAKUNG dan IJAH masuk, TUAN SUNAN nampak pikirannya lelah, duduk di sofa ). Hancur semua. Hancur semua. ( Masuk kamar. Eksit ).


BAGIAN 3

DUA ORANG PASANGAN MUDA MASUK, HABIS BERBELANJA, MEMBAWA BAWAAN BARANG-BARANG. MELETAKKAN BARANG-BARANG DI ATAS MEJA. DUDUK DI SOFA NAMPAK CAPAI. YANG LAKI-LAKI TINGGI KURUS BERWAJAH OVAL, YANG PEREMPUAN BERWAJAH BUNDAR, PUPURNYA AGAK PUDAR. PASANGAN KELUARGA MUDA INI NAMPAK DENGAN LAGAK GAYA SOK MODERN

MAMA    ( Sambil memeriksa barang ).
Papa tadi ada barang yang lupa kita beli. Baju itu. Kosmetik itu. Kenapa kita lupa. Papa lupa kan beli piyama. Kenapa kita menjadi pelupa. Jangan-jangan penyakit Kakung sudah menular pada kita. ( Berdiri nampak kesal. Berjalan modar-mandir ). Semua nampaknya sudah tidur. ( Melihat jam ). 

PAPA                                    
Panggil saja Ijah. Untuk membereskan ini. Suruh buatkan Papa kopi.

MAMA                                  
Ijah ! Ijah !

IJAH                                      
Iya ! Sebentar ! ( IJAH muncul ). Iya.           

MAMA                                  
Masukkan barang-barang ini.

PAPA                                    
Ijah. ( Dengan suara mesra, dan terus memandangi IJAH ). Jangan lupa buatkan kopi kesukaan Papa. ( Nampak MAMA tidak suka akan sikap PAPA, cemburu ). Cepat ya, Ijaaahh. Apa si kecil sudah tidur.

IJAH                                      
Iya. Sudah Tuan. ( Segera pergi sambil membawa barang-barang. Genit ).

PAPA                                    
Begitu saja cemburu. Tidak apa kan sekali-sekali bersikap mesra sama pembantu. Agar mereka merasa kita hargai. Begitu sayang. Jagan cemberut. Nah begitu kan manis. Lho masih masam. Kalau gitu aku hitung tiga kali. Pasti tersenyum. Satu. Ha bibirnya mulai tersungging.  Dua.  Sudah  mulai  tersenyum.  Oh  senyumnya  baru sedikit. Senyumnya  dikulum. Dua  setengah. Mulai  merekah.  ( MAMA lantas terseyum dan marah-marah ).      

MAMA                                  
Aku tidak suka Papa menggoda begitu. Sudah. Sudah jangan bercanda. ( PAPA terus menggoda. Terjadi kejar-kejaran di ruang. Sesekali PAPA tertangkap namun dapat meloloskan diri. Terus bercanda. Mereka hampir berpelukan. Lalu MAMA meloloskan diri kembali ke sofa, menghempaskan tubuh, mengambil buah jeruk, mengupas ).

IJAH   ( Sambil menghidangkan kopi ).
Ini kopinya, Tuan. ( PAPA hanya mengangguk, matanya tetap nakal ).

PAPA   
Ngomong-ngomong kapan kita bisa punya rumah sendiri. Masak terus-terusan numpang di mertua. Malu kan.

MAMA                                  
Ayah Ibu saja tidak keberatan kita tinggal di sini.

PAPA                                    
Bukan masalah itu. Tapi bagaimana tanggung jawab seorang suami. Di samping itu tidak enak kan sama tetangga. Penilaian tetangga  itulah yang paling berat. Mereka sama sekali tidak mau tahu kondisi kita yang sebenarnya. Mereka hanya tahu kalau kita numpang di mertua. Itu saja. Karena tidak tahu itulah, omongan mereka tidak bersumber pada kebenaran. Jadinya yang diomongkan yang jelek-jelek saja. Kata pepatah lebih baik menunjukkan sedikit kebaikan kepada mertua dan jangan tinggal bersamanya. Daripada menunjukkan kebaikan yang banyak tapi tinggal bersamanya. Karena jika tinggal bersamanya kalau ada kejelekan sedikit saja maka semua kebaikan kita akan hilang. Seumur hidup yang dikenang dan dibicarakan hanya kejelekan-kejelekan kita saja.

MAMA                                  
Maunya Papa bagaimana. Papa mau beli rumah. Memangnya kita punya uang.

PAPA                                    
Ya itu masalahnya. ( Mereka terdiam cukup lama. Berpikir. PAPA minum kopi, berdiri dan berjalan hilir mudik ).             

MAMA                                  
Selama ini kita tidak pernah nabung. Kerjaan Papa juga tidak mesti. Kalau ada proyek baru kerja.

PAPA                                    
Bagaimana kalau kita minta warisan terlebih dahulu. Tanah warisan itu bisa kita jual untuk beli rumah.

MAMA                                  
Papa nggak salah ngomong toh. Orang tuaku masih hidup. Masak kita minta warisan terlebih dahulu.

PAPA                                    
Sama saja toh nantinya kita juga akan menerima. Papa kira Ayah Ibu akan setuju melihat kondisi kita seperti ini.

MAMA                                  
Tapi Mama tidak berani ngomong.

PAPA                                    
Ya harus Mama yang ngomong. Mama yang bisa merayu. Pasti mau. Kalau Papa pasti sulit. Ibumu sih keras sekali. Kaku.

MAMA                                  
Tidak mau ! Tidak mau !

PAPA   ( Terdiam sejenak ).
Begini saja yang menghadap kita berdua.

MAMA                                  
Tapi yang ngomong Papa.

PAPA                                    
Ya berdua.

MAMA                                  
Berdua.

PAPA   ( Sambil dinyanyikan ).
Selamanya kita selalu berdua. Selamanya kita selalu satu. Dalam suka dan duka. Selamanya kita bahagia. Selamanya kita berdua. Berdua selamanya.
( Mereka nampak gembira. Berdansa  sambil masuk kamar. Eksit ).



BAGIAN 4

PAGI HARI, DI TERAS RUMAH YANG NAMPAK LUAS, BERCAT PUTIH, DI PINGGIR TERAS DEPAN ADA TULISAN JL. TUBIR 275.  DI TERAS ADA SATU MEJA, DUA KURSI, DAN EYANG KAKUNG TIDUR DI KURSI PANJANG, ADA BEBERAPA POT BUNGA, TEMPAT MENYIRAM AIR, SUASANA NAMPAK ASRI. PAPA DAN MAMA MASUK DARI LUAR SEHABIS KERJA. NAMPAK WAJAHNYA TEGANG. SEOLAH HABIS BERTENGKAR. MEREKA DUDUK DIKURSI SALING TAK PEDULI

PAPA                                    
Papa kan sudah bilang keluar saja dari pekerjaan itu. Kenapa harus ngoyo-ngoyo kerja keras sedang gajinya kecil. Enak perusahaan. Kita hanya diperas. Dijadikan sapi perahan. Dasar kapitalis.       

MAMA                                  
Papa kira, Papa sudah mendapatkan pekerjaan yang layak. Kerja tidak tetap gitu.

PAPA                                    
Papa memang kerja tidak tetap tapi sekali kerja gajinya kan besar tidak seperti Mama. Papa kerja di proyek jadi kalau ada proyek pasti untungnya besar. Itu sudah bisa dipastikan. Tapi memang tahun ini. Proyek apa pun seret. Negara kacau. Investor takut menanam modal. Ini salah siapa. Mereka takut dibakar. Mereka takut didemo. Mereka takut nggak untung. Negara nggak stabil. Pemerintah disangsikan bisa ngatasi.

MAMA                                  
Mereka kan juga kapitalis. Gitu mencemooh pekerjaan Mama.

PAPA                                    
Papa tidak mencemooh. Papa mengingatkan kalau kita kerja sama kapitalis siap-siap tenaga kita diperas habis-habisan. Papa menyalahkan kapitalis itu kenapa menghargai tenaga kerja kita sangat rendah. Ya sedikit manusiawi gitu lho.

MAMA                                  
Kapitalis kok manusiawi. Nggak laku. Nggak untung. Nggak kapitalis namanya.

PAPA                                    
Ya sedikit sosialislah.

MAMA                                  
Jadi kapitalis yang sosialis. Masak ada. Kapitalis kok sosialis. Kapitalis ya kapitalis. Titik. Tidak sosialis dan tidak manusiawi.

PAPA   ( Mereka terdiam sejenak. PAPA melihat EYANG KAKUNG ).
Kenapa lagi Kakung tiduran di lantai. Bangunkan, Ma. Suruh tidur di dalam. 

MAMA                                  
Mama yakin, Kakung terkenang lagi masa lalunya. Masa lalu yang membahagiakan. ( Mengambil senapan ). Pasti Kakung terkenang saat waktu perjuangan dulu. Mama juga nggak habis pikir, kenapa seseorang bisa jadi pelupa dan hanya ingat masa lalu saja. Tanpa sedikit pun bisa diajak bicara masa kini. Apalagi masa depan. Hidup hanya untuk masa lalu. Masa-masa kejayaan dulu. Apa itu yang dinamakan post power syndrom.

PAPA                                    
Sok tahu ! Memangnya Kakung punya kedudukan, punya jabatan, punya kuasa.  
( Dari arah dalam masuk Tuan Sunan dan Nyonya Sumirah ).

TUAN SUNAN    ( Duduk di kursi ).
Kalian habis kerja kok malah di sini. Apa sudah makan. ( MAMA dan PAPA nampak saling celingukan, seolah ada yang ingin dibicarakan dengan Ayahnya ).

NYONYA SUMIRAH         
Sebenarnya ada apa sih. ( Duduk di samping TUAN SUNAN ). Kelihatannya ada yang ingin dikatakan.

MAMA                                  
Papa saja yang ngomong.

PAPA                                    
Lebih baik Mama.

MAMA                                  
Papa !

PAPA                                    
Mama !

MAMA                                  
Papa !

PAPA                                    
Mama !

TUAN SUNAN                    
Kalian berdua seperti anak kecil. Ada apa sebenarnya. Memang kalian menikah terlalu muda, bahkan kuliah kalian nggak kalian selesaikan, mungkin itu yang menyebabkan kalian sering tengkar. Tapi sekarang kalian harus lebih dewasa.

MAMA                                  
Begini lho, Yah. Papa kan ingin punya rumah.

PAPA                                    
Mama yang pingin.

NYONYA SUMIRAH         
Sudah ! Sudah ! Kalian tak pernah dewasa.

MAMA                                  
Jadi kami pingin beli rumah.

NYONYA SUMIRAH         
Ya sudah kalau pinginnya begitu. Ibu dan Ayah juga tidak keberatan, mungkin itu akan menjadi lebih baik bagi kalian, agar bisa membangun keluarga secara mandiri. Rencananya mau beli rumah di mana ?

                               

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com