Lakon Remaja
SITTY NOERBAJA
(EPISODE LEPAS DARI BUMI)
OLEH
ILHAM YUSARDI
Dramatic Personae
Seorang perempuan muda, berperan sebagai SITTY NOERBAJA
Seorang laki-laki muda, berperan sebagai SAMSUL BAHRI
Seorang laki-laki muda, berperan sebagai BAKHTIAR
Seorang laki-laki muda, berperan sebagai ARIFIN
Seorang laki-laki paruh baya, berperan sebagai AYAH
Seorang laki-laki tua, berperan sebagai DATUK MARINGGIH
Seorang laki-laki, berperan sebagai PENDEKAR LIMA
Seorang laki-laki, berperan sebagai PEDAGANG
Seorang laki-laki, berperan sebagai PEDAGANG PALSU ( SURUHAN DATUK )
Beberapa orang SISWA.
BAGIAN I.
PENTAS MENGGAMBARKAN SESUDUT JALAN ATAU HALTE TEMPAT ANAK-ANAK SEKOLAH MENUNGGU JEMPUTAN ATAU ANGKUTAN UMUM. DI SITU MANGKAL SEORANG PEDAGANG GEROBAK YANG MENJUAL MAKANAN DAN MINUMAN RINGAN. DI SEBELAH KIRI TERDAPAT SEBUAH RAMBU-RAMBU YANG MENUNJUKAN TEMPAT PERHENTIAN BUS.
SITTY, SAMSULBAHRI, BAKHTIAR DAN ARIFIN MASUK. MEREKA BERCENGKRAMA SEPERTI ADAYANG DIPERDEBATKAN.
BAKHTIAR
Yang namanya hidup di dunia tentu harus dengan akal, pandai-pandai. Kalau hidup di akhirat baru mesti dengan iman.
SITTY
Tapi, melihat jimat saat ujian tadi kamu bilang pandai, Bakhtiar ? Bukankah itu cara yang licik.
ARIFIN
Kalau saya berpendapat lain. Yang dilakukan Bakhtiar diwaktu ujian tadi namanya ‘licik pandai’, bukan cerdik pandai.
BAKHTIAR
Aah, hei. Untuk hasil maksimal dibutuhkan usaha yang maksimal. Betulkan Samsul ?
Aah, hei. Untuk hasil maksimal dibutuhkan usaha yang maksimal. Betulkan Samsul ?
SAMSUL
Kata-kata itu benar. Kamunya yang tidak benar. Usaha maksimal bukannya menghalalkan segala cara. Ingat, alam terkembang jadikan guru. Bisa-bisa berubah pepatah itu, jimat terkembang otak membeku.
SEMUA TERTAWA MENDENGARNYA
PEDAGANG
Oi ! onde-onde, onde-onde mande. Tertawa sambil makan onde-onde pasti lebih asyik.
( SITTY MEMERIKSA SAKUNYA )
SITTY
Ujian tadi baru tahap percobaan. Apakah kamu bisa melihat jimat saat ujian akhir yang sebenarnya, Bakhtiar ?
ARIFIN
Kalau saya berpendapat lain. Resiko untuk melakukan kecurangan di ujian akhir sangat besar. Melihat kiri-kanan saja mungkin dicurigai. Bertanya tetangga ?, sesekali jangan. Nah, apalagi lihat jimat, kertas kecil apapun jenisnya pasti akan gagal.
Kalau saya berpendapat lain. Resiko untuk melakukan kecurangan di ujian akhir sangat besar. Melihat kiri-kanan saja mungkin dicurigai. Bertanya tetangga ?, sesekali jangan. Nah, apalagi lihat jimat, kertas kecil apapun jenisnya pasti akan gagal.
SAMSUL
Barangkali Bakhtiar siap dengan resiko, didiskualifikasi.
ARIFIN
Nah..., dari pada kepala pusing. Menurut pendapat saya. Lebih baik begini. Pertanyaan yang tidak terjawab oleh kita, gunakan pilihan bantuan. Pertama, ask the audience, kode tetangga-tetangga sebelah. Kalau dicurigai, urungkan niat. Kedua, phone a friends, siapkan kertas kecil untuk sms-sms-an,” bantu saya nomor sekian”. Lemparkan pada kawan yang mungkin tahu jawabannya. Tidak bisa juga ! Baru gunakan fifty-fifty.
BAKHTIAR
Fifty-fifty bagaimana ?
Fifty-fifty bagaimana ?
ARIFIN
Tentukan dua pilihan jawaban yang menurut kamu paling berkemungkinan benar. Dari dua jawaban tersebut, pilih satu saja dengan cara menimbang ( MENIRUKAN DENGAN TANGAN ). “Ma rancak iko pado iko, rancak iko”
Tentukan dua pilihan jawaban yang menurut kamu paling berkemungkinan benar. Dari dua jawaban tersebut, pilih satu saja dengan cara menimbang ( MENIRUKAN DENGAN TANGAN ). “Ma rancak iko pado iko, rancak iko”
Nah, dapatlah satu jawabannya. Untung-untung betul. Gampangkan.... ?
SAMSUL
Alaahh...., sama juga bohong Arifin.
SITTY
Tidak ada gunanya. Seperti kata petuah
Jalar-menjalar akar benalu
Kita belajar menuntut ilmu
Tabiat buruk tak akan berharga
ARIFIN
Tapi bukankah fifty-fifty itu sah saja. Lain halnya dengan cara Bakhtiar yang menurut pendapat saya....
BAKHTIAR
Sudah, sudah. Waktu seminggu itu masih panjang. Cukup untuk bersantai menenangkan pikiran. Pergi piknik, tenangkan jiwa.
Sudah, sudah. Waktu seminggu itu masih panjang. Cukup untuk bersantai menenangkan pikiran. Pergi piknik, tenangkan jiwa.
SAMSUL
Seminggu kamu bilang masih panjang ? Mana jari tanganmu ? Hitung mundur mulai detik ini. Saatnya siaga satu, kawan.
Seminggu kamu bilang masih panjang ? Mana jari tanganmu ? Hitung mundur mulai detik ini. Saatnya siaga satu, kawan.
BAKHTIAR
Jangan tegang, rileks saja. Kita tentu punya cara masing-masing sebelum bertempur. Kalau saya, butuh refreshing dulu sebelum menuju gelanggang. Kalau mau belajar kejar tayang menghafal buku-buku, silahkan coba. Bisa-bisa meledak itu kepala.
ARIFIN
Dasar pemalas !
Dasar pemalas !
BAKHTIAR
Terserah saja, sekarang lebih baik pulang. Dengar,
Terserah saja, sekarang lebih baik pulang. Dengar,
Batang purut di tepi pagar
Ditanam putri anak bangsawan
Kerontang perut karena lapar
Segera pulang mencari makan.
Ayo, Arifin. Kamu pulang bersama saya atau tidak ? Biarlah mereka berdua menggagas masa depan. Apakah kamu mau jadi pamong terus, jadi obat nyamuk bakarnya ? ( ARIFIN MENGIKUTI BAKHTIAR ) Samsul, Sitty, kami duluan. O, ya. Bayar onde-onde kami ini. Buat tutup mulut kami. Daaah.., selamat berindehoi !
BAKHTIAR DAN ARIFIN KELUAR SETELAH MENGAMBIL BEBERAPA ONDE-ONDE
SAMSUL
Cerdik juga dia !
Kamu lapar, Sitty ?
SITTY
(MENGGELENG)
SAMSUL
Benar tidak lapar ?
(MENGGELENG)
SAMSUL
Benar tidak lapar ?
SITTY
( MENGGELENG )
( MENGGELENG )
SAMSUL
Bagaimana kalau kita beli onde-onde. Sekedar pengganjal perut.
Bagaimana kalau kita beli onde-onde. Sekedar pengganjal perut.
SITTY
Mau, mau ! Boleh juga.
SAMSUL MENUJU PEDAGANG
SAMSUL
Onde-ondenya, pak.
PEDAGANG
Nah, begitu. Perhatikan juga nasib orang kecil seperti saya. Masa seharian saya berjualan di sini tidak ada yang beli ? Makanya dari tadi saya tawarkan onde-onde ini. Saya tahu kalau putrimu itu sangat suka onde-onde. Dia kan langganan saya.
Nah, begitu. Perhatikan juga nasib orang kecil seperti saya. Masa seharian saya berjualan di sini tidak ada yang beli ? Makanya dari tadi saya tawarkan onde-onde ini. Saya tahu kalau putrimu itu sangat suka onde-onde. Dia kan langganan saya.
SAMSUL
Berapa, pak ?
Berapa, pak ?
PEDAGANG
Belum seberapa, sepuluh onde-onde baru lima ribu saja. Kali ini saya kasih bonus dua buah. Buat nona Sitty.
Belum seberapa, sepuluh onde-onde baru lima ribu saja. Kali ini saya kasih bonus dua buah. Buat nona Sitty.
SAMSUL
O. Ya. Terima kasih. Bapak baik sekali. Eh, benar tidak, pak ? Kata orang, hari esok harus lebih baik dari hari ini.
PEDAGANG
Ya, harus !
Ya, harus !
SAMSUL
Kalau begitu besok bapak harus lebih baik. Besok, kalau saya beli onde-onde bonusnya harus lebih dari dua. Hehehe ......
Kalau begitu besok bapak harus lebih baik. Besok, kalau saya beli onde-onde bonusnya harus lebih dari dua. Hehehe ......
PEDAGANG
Pintar juga otakmu.
Pintar juga otakmu.
SAMSUL KEMBALI KE TEMPAT SITTY
SAMSUL
Sitty, ini onde-ondenya. Makanlah. Bapak itu memberi bonus buat kamu.
Sitty, ini onde-ondenya. Makanlah. Bapak itu memberi bonus buat kamu.
SITTY
O, ya. Kalau saya tadi yang beli pasti bonusnya lebih dari dua.
SITTY DAN SAMSUL DUDUK MENIKMATI ONDE-ONDE
SAMSUL
Sitty, selepas lulus sekolah nanti, ayahku menyuruhku untuk meneruskan ke perguruan tinggi. Aku sendiri setuju dengan itu. Kalau kamu bagaimana ?
SITTY
Baguslah. Siapa yang tidak bangga bisa lanjut ke jenjang yang lebih tinggi . Ayahmu tentu telah menyiapkan semua demi kamu. Aku sendiri belum tentu, Sam. Belakangan ini ayahku sakit-sakitan. Aku tidak mungkin memaksakan keinginanku dalam kondisi seperti ini. O... rencananya kamu mau melanjutkan kemana, Sam ?
SAMSUL
Ayahku menyarankan untuk kuliah di luar negeri.
Ayahku menyarankan untuk kuliah di luar negeri.
SITTY
Luar negeri ?!
SAMSUL
Iya, Sitty. Tidak di sini.
Iya, Sitty. Tidak di sini.
SITTY
Kenapa mesti ke luar negeri, Sam ?
SAMSUL
Kata ayahku, sangat baik untukku nantinya. Dengan kuliah di luar negeri kita bisa mendapatkan ilmu dengan maksimal.
Kata ayahku, sangat baik untukku nantinya. Dengan kuliah di luar negeri kita bisa mendapatkan ilmu dengan maksimal.
SITTY
Di sini juga bisa, bukan ? Banyak perguruan tinggi yang tidak kalah kualitasnya. Dan lagi, kuliah di luar itu butuh biaya besar, Sam. Apakah ayahmu sudah memikirkannya matang-matang ?
Di sini juga bisa, bukan ? Banyak perguruan tinggi yang tidak kalah kualitasnya. Dan lagi, kuliah di luar itu butuh biaya besar, Sam. Apakah ayahmu sudah memikirkannya matang-matang ?
SAMSUL
Ah, entahlah. Selain itu sebenarnya aku belum siap untuk merantau terlalu jauh. Jauh dari kampung halaman, jauh dari keluarga, dan tentu akan menjauhkan aku dari kamu Sitty.
SITTY
Jauh tidak lagi persoalan, Sam. Selagi masih di bumi ini. Apalagi zaman sekarang ini. Jarak dan waktu bisa direkayasa dengan teknologi.
Jauh tidak lagi persoalan, Sam. Selagi masih di bumi ini. Apalagi zaman sekarang ini. Jarak dan waktu bisa direkayasa dengan teknologi.
SAMSUL
Aku tidak ingin jauh dari kamu Sitty.
Aku tidak ingin jauh dari kamu Sitty.
Anak baginda berburu rusa
Rusa mati tertembak panah
Jika kasih jauh dimata
Rasa mati badan sebelah.
SITTY
Burung puyuh masuk ke rimba
Burung puyuh masuk ke rimba
Di dahan jati singgah merapat
Meskipun jauh dipelupuk mata
Di dalam hati tetapkan dekat.
SAMSUL
Ombak berdentum di hujan lebat
Ombak berdentum di hujan lebat
Sampan melaju ke pulau seberang
Badan bertemu makanya senang.
Kalau lama tidak ke ladang
Tinggilah rumput dari padi
Kalau lama tak bisa kupandang
Rasa rindu menjadi-jadi.
SITTY
Risau kicaunya si anak balam
Risau kicaunya si anak balam
Ditinggal induknya di pohon jambu
Walau tak bisa berjawat tangan
Di dalam mimpi kita bertemu.
Utara selatan jadi penjuru
Timur dan barat jadi pedoman
Jika tuan dilanda rindu
Dikerat rambut jadikan kenangan.
SAMSUL
Tetak lontar alaskan padi
Peti dibawa dari Palembang
Bertemu sebentar bagaikan mimpi
Itu membawa hatiku bimbang
Bendi dipapah jalan berliku
Mengangkut sirih ke tengah pekan
Kaki dilangkah terasa kaku
Takut kasih berpindah tangan.
SITTY
Anak Kediri berdagang kain
Kain disimpan dalam peti
Niat diri tidak pada yang lain
Tuan terikat di dalam hati.
Anak dara bersunting kembang
Rupanya elok serta jelita
Banyak dara di negeri orang
Tidakkah tuan bersimpang mata.
SAMSUL
Manis-manis bukannya tebu
Manisnya manis si gula jawa
Manis tidak sekedar dari rupamu
Manis kupandang budi bahasa.
Surabaya kota pahlawan
Dikenang seluruh anak negeri
Sitty Noerbaja yang menawan
Tak akan kudapati di luar negeri.
SITTY
Merah warnanya si bunga mawar
Putih suci bunga melati
Janji bukan untuk ditawar
Kasih hanya dilerai mati
SAMSUL
Tanam melati di depan rumah
Ubur-ubur berdamping dua
Jikalau mati kita bersama
Satu kubur kita berdua.
SITTY
Ubur-ubur berdamping dua
Ubur-ubur berdamping dua
Tanam melati bersusun tangkai
Kalau mati kita berdua
Jikalau boleh bersusun bangkai.
SAMSUL
Tanam melatai bersusun tangkai
Tanam padi satu persatu
Jikalau boleh bersusun tangkai
Daging melebur jadi satu.
TANPA DISADARI, PEDAGANG MEMPERHATIKAN PERCINTAAN SAMSUL DENGAN SITTY.
PEDAGANG
“Allahuakbar Allahuakbar..............!!” ( KEARAH SITTY DAN SAMSUL )
SAMSUL
Hah ! O . Ayo kita pulang, Sitty. Sudah terlalu senja. Nanti orang di rumah marah-marah. Merantaunya masih lama. Lulus saja juga belum tentu.
Hah ! O . Ayo kita pulang, Sitty. Sudah terlalu senja. Nanti orang di rumah marah-marah. Merantaunya masih lama. Lulus saja juga belum tentu.
SAMSUL DAN SITTY KELUAR
PEDAGANG
Ikat berikat tali kuda
Pasang pelana kuda yang putih
Hati terikat samanya muda
Lupa waktu sebab berkasih
Minta daun diberi daun
Dalam daun buah bidara
Minta pantun diberi pantun
Dalam pantun ada cerita
PEDAGANG ITU PUN KEMUDIAN MENUTUP DAGANGANNYA. KELUAR SERAYA MEMBAWA RAMBU-RAMBU YANG TERNYATA BISA DICABUT DENGAN MUDAH.
BAGIAN II.
DI RUANGAN SEBUAH RUMAH SEORANG LAKI- LAKI SEPARUH BAYA DUDUK. LAKI-LAKI ITU TERBATUK-BATUK SERAYA MENGUSAP-USAP DADANYA MENAHAN SAKIT. ANAK PEREMPUANNYA DUDUK DI SEBELAH LAKI-LAKI ITU, SESEKALI MEMIJIT-MIJIT BAHUNYA.
SITTY
Istirahatlah lagi ayah, sudah terlalu larut.
AYAH
Tidak mudah tidur bagi ayah sekarang ini, Sitty.
Dipejam mata tak terpejam
Direbah tubuh tak jua senang perasaan.
SITTY
Apalagi yang ayah pikirkan ? Bukankah ayah pernah bilang pada Sitty,
Apalagi yang ayah pikirkan ? Bukankah ayah pernah bilang pada Sitty,
Tidaklah beban jadi rasian
Habis daging dihisapnya.
AYAH
Sitty, anakku. Kamu ini seperti orang dulu bilang,
Sitty, anakku. Kamu ini seperti orang dulu bilang,
Kecil tak lagi untuk disuruh-suruh.
Besar belumlah dapat ditumpangi.
SITTY
Ah, ayah. Kecil Sitty anak ayah, besar juga tetap anak ayah. Kalau boleh Sitty tahu, apa yang ayah pikirkan ?
Ah, ayah. Kecil Sitty anak ayah, besar juga tetap anak ayah. Kalau boleh Sitty tahu, apa yang ayah pikirkan ?
AYAH
Dipintal benang dengan gulungan
Biar berpisah pangkal dengan ujungnya
Tak kusut pula dalam genggaman.
Tapi, kali ini kamu terpegang ujung benang, Sitty.
Ayah memintal dari pangkalnya.
SITTY
Kalaulah ujung di tangan Sitty, tentulah Sitty takkan berlepas tangan.
Ceritakanlah ayah. Dengan senang Sitty dengarkan.
AYAH
( MENARIK NAFAS )
Berniaga ke tanah Jawa dagang emas dengan budi bahasa.
Tapi, bagaimanapun, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.
Nasib tertoreh di telapak tangan.
Niat hendak menyekolahkanmu tinggi-tinggi, biar bertambah isi kepala.
Cita-cita membumbung langit, Tuhan dari atas jua yang menentukan.
Jerih peluh usaha niaga kita kali ini telah habis surut, Sitty. Ayah tak dapat lagi berbuat apa-apa. Sekarang, kamu juga tahu, harta ayah hanya tinggal badan sepembawaan ini. Hutang-hutang tumbuh melilit pinggang. Mencekik kerongkongan.
0 komentar:
Posting Komentar